Rabu, 11 Februari 2009

Ide “bodoh” mengatasi pengangguran

Oleh : Ahmad Mughni
* Kuli pasar di Victoria Market Australia

Orang banyak bilang jangan seperti katak dalam tempurung, orang-orang bijak berkata perluas cakrawalamu, bahkan nabi malah (secara tersirat) mengajurkan umatnya untuk berhijrah, berkelana ke negeri-negeri lain. Namun sebelum penulis merasakan sendiri bagaimana rasanya tinggal di negeri orang lain, nasehat-nasehat di atas hanyalah deretan kata yang manfaatnya hanya ada di alam ide. Tidak mampu memunculkan Inspirasi sehingga tidak ada tindakan pro-aktif yang akan dilakukan. Berbeda saat penulis sudah menghirup “atmosfer” kehidupan bangsa lain secara langsung, wawasan pun bertambah, cakrawala pun semakin luas terbentang, ide-ide tak terpikirkan pun deras memenuhi isi kepala, tak sabar untuk dituangkan satu pe-satu.

Salah satu ide yang paling keras menuntut untuk ditelurkan adalah soal solusi masalah pengangguran Indonesia. Ide ini datang setelah penulis mengamati perbedaan mencolok keadaan employment di sini dan di Indonesia. Kalau di Indonesia jutaan orang pada berebut beberapa gelintir lowongan pekerjaan, di sini, asal mau saja bekerja, maka pekerjaan pasti sudah menanti. Kalau di Indonesia kelebihan tenaga kerja, di sini malah kekurangan tenaga kerja (bahkan di beberapa state lain, ada istilah kerja yang cari orang bukan orang yang mencari kerja).

Sebagai informasi, saat habis Perang Dunia II, pemerintah Australia mengundang siapa saja untuk menjadi warga negaranya ……… bahkan dijanjikan tanah-tanah gratis, itulah mengapa banyak migran dari eropa barat maupun timur, serta orang-orang timur tengah banyak bermigrasi ke Australia pada masa-masa itu. Sampai saat ini, karena kekurangan tenaga kerja, Australia masih menerapkan kebijakan membuka diri pada tenaga kerja asing, meskipun tidak selebar masa-masa setelah PD II tersebut. Untuk menjalankan perekonomian Australia, mereka masih kekurangan tenaga kerja, angka pengangguran cukup kecil.

Nah kembali lagi soal employment, Perbedaan yang lain adalah soal dukungan pemerintah ke pada para pencari kerja. Ribuan dollar dikeluarkan pemerintah untuk mendorong warganya bekerja. Orang yang belum dapat pekerjaan, tetapi bisa menunjukkan bukti kalau terus mencari kerja, orang tersebut akan diberi tunjangan hidup oleh pemerintah. Drop-outan sekolah tapi pingin kerja, disediakan tunjangan dana yang cukup besar per orang untuk keperluan kursus keterampilan bersertifikat. Selain itu instansi-instansi pemerintah yang mengurusi soal tenaga kerja ini (dalam hal ini dikoordinasikan oleh centerlink) sangat pro aktif dan serius mencarikan pekerjaan buat warga negara yang sudah mendaftar kepada mereka. Setiap pertanyaan, ataupun klaim dari warga akan ditindak lanjuti dengan serius. Semua sistem dikelola secara canggih dan integral dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Selain itu, yang sangat mencolok adalah penghargaan terhadap karyawan. Di tempat kita, jangankan kuli bangunan, tukang cleaning service atau baby sitter, lha wong supervisor atau bahkan kepala unit rendahan saja sering tidak dihargai dan bahkan diperlakukan sewenang-wenang oleh atasannya, atau masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Selain penghargaan terhadap “derajat” pekerjaan yang rendah secara non material, di Indonesia penghargaan secara material juga sangat minim. Di sini semua jenis pekerjaan (tentu saja dengan mengecualikan pekerjaan sebagai pencuri ataupun kriminal lainnya he he he) tidak dianggap hina, yang tukang sapu halaman, baby sitter, buruh pabrik, kuli pasar seperti saya, atau bahkan kuli bangunan (yang terakhir ini, jika bersertifikat, gajinya bisa mengalahkan gaji seorang manager toko malahan). Soal gaji, waaaah jangan dibandingkan …… jauh mannnn.

Sebagai gambaran, gaji seorang pekerja cleaning service rata-rata adalah AUD 15 /hou, misalkan dia bekerja 7 jam sehari dan 5 hari seminggu maka penghasilan dia selama satu bulan adalah = 15 x 7 x 5 x 4 = AUD 2,100. Kalau dirupiahkan dengan kurs AUD 1 = Rp 7.500 maka gaji per bulan tukang cleaning di sini adalah Rp 15.750.000,- nah besar kan?. Ini belum ngomong pekerjaan yang bersertifikat dan sangat dibutuhkan di sini misalkan nurse, hairdresser, cook dan tukang bangunan, gaji mereka sekitar 2-5 kali lipat dari gaji cleaner yang saya gambarkan di atas.

Nah berangkat dari beberapa fakta tersebut, serta keprihatinan mendalam pada masalah TKI dan TKW indonesia di berbagai negara lain, saya mengajukan gagasan ini. Sambil membangun perekonomian dalam negeri, mengapa pemerintah tidak memanfaatkan kekurangan tenaga kerja di negara maju seperti ini. Alih-alih mengirimkan tenaga kerja ke negara-negara kelas tiga seperti Malaysia, Hongkong ataupun Timur tengah, mengapa pemerintah tidak berkonsentrasi mendorong dan memfasilitasi warganya untuk bekerja di Australia (atau negara-negara maju lain — saya kira kekurangan tenaga kerja ini juga dialami oleh banyak negara maju lainnya).

Secara teknis, pemerintah seharusnya menjajagi dan membangun kerjasama dengan pemerintah Australia dalam hal tenaga kerja. Dirikan balai-balai pelatihan dengan standar sertifikasi yang diakui di Australia, didik calon tenaga kerja sebelum berangkat ke Australia, bekali dengan misi nasionalisme dan moralitas (perlu diingat ….karena banyak godaan di Australia), ikat tenaga kerja yang diberangkatkan itu dengan kontrak yang jelas (misalkan soal lama masa kerja dan besarnya cicilan biaya pendidikan dan pemberangkatan) kemudian bina semua tenaga kerja yang diberangkatkan itu selama bekerja di Australia agar tidak malah bikin masalah tapi membawa kebaikan (misalkan diharuskan untuk tinggal di Asrama tenaga kerja Indonesia de el el).

Saya kira total biaya yang dibutuhkan untuk mewujudkan hal ini tidaklah terlalu besar dibanding dengan manfaat yang bisa diraih. Efek yang bisa diharapkan adalah, tenaga kerja nganggur di Indonesia terserap, tingkat penghasilan secara umum meningkat de el el. Para tenaga kerja yang diberangkatkan itu diharapkan mampu menjadi tulang punggung perekonomian keluarganya, mampu menyekolahkan adik-adik dan kerabatnya dengan pendidikan yang memadai, dan pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian bangsa kita secara umum.

Coba bandingkan dengan rata-rata gaji TKI/TKW kasar yang ada saat ini, yang menurut pengamatan penulis hanya sekitar 2-5 juta setiap bulannya, sudah termasuk potong sana-sini oleh PJTKI ataupun agennya di LN. Sudah gitu kehormatan tidak diraih, menjadi pembantu di negara kelas tiga, bahkan di Malaysia TKI kita dianggap sebagai biang onar, di timur tengah TKI kita dianggap sebagai ‘budak’. Kalau kita mau membuka peluang baru sebagai supplier tenaga kerja di negara kelas satu (maju), di mana hukum tenaga kerja sudah ditegakkan serta bargaining kaum buruh juga sangat tinggi, maka hak-kewajiban buruh dilindungi oleh undang-undang. Pada gilirannya, kehormatan bangsa tidak kita korbankan. Kita bisa berkata bahwa bangsa kita adalah pekerja profesional, bukan orang yang meminta-minta dikasihani karena tidak ada lapangan kerja di negeri sendiri.

Kalaupun para calon tenaga kerja itu harus membayar selama menjalani masa pendidikan dan training di Indonesia, saya kira banyak yang tidak akan keberatan. Mengingat fenomena orang rela bayar puluhan juta hanya untuk menjadi pembantu di Malaysia ataupun timur tengah. Akan tetapi seyogyanya pemerintah memprioritaskan orang-orang yang miskin, tidak mampu secara ekonomi tapi memiliki moral yang baik, dan mau bekerja secara profesional sebagai tenaga kerja yang memiliki skill. Soal biaya pendidikan dan kursus bisa dicicilkan dari gaji yang didapat. Meski biaya hidup cukup tinggi di Australia, dengan hidup sederhana dan penyediaan asrama tenaga kerja di Australia oleh pemerintah saya yakin pendapatan mereka (meski telah dikurangi uang cicilan) akan lebih tinggi dari TKI/TKW kita yang saat ini sedang menderita di Malaysia atau timur tengah.

Menurut penulis, sudah saatnya pemerintah kita turun tangan dalam hal ini. Jangan semuanya diserahkan pada PJTKI yang tidak memiliki wawasan kebangsaan dan nasionalisme itu. Mereka itu mikirnya murni bisnis, dimana ada uang bisa didapat menjual saudaranya sendiri ke mulut buaya pun mereka akan tega. Dengan pendekatan baru ini, semoga nantinya tidak ada lagi TKI/TKW yang jadi pembantu rumah tangga dan terhina di negara-negara kelas tiga itu. Kalau bisa, secara perlahan-lahan, kita tarik semua TKI/TKW yang jadi pembantu rumah tangga di Malaysia … biar tahu rasa mereka. Kemudian salurkan ke negara-negara kelas satu …. jadi tenaga kerja profesional.

==============================

NB : Sebagai tambahan informasi, saat ini banyak employer di Australia yang prefer tenaga kerja Indonesia, karena orang indonesia itu attitude kerjanya lebih baik daripada orang India atau China yang sudah lebih dahulu membanjiri negara ini. Kebanyakan pekerja indonesia itu adalah PR/student yang nyambi kerja seperti saya.

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial